Jumat, 22 Februari 2013 0 comments

Farewell Cousin


Nyawa manusia, penentunya adalah Tuhan, mutlak. Tuntutan pada siapapun tidak akan mengembalikan sang nyawa. Jadi ikhlas, ikhlas, ikhlas...

Kan segala sesuatu adalah milikNya, maka akan kembali padaNya.

Ikhlas, dan melupakan itu berbeda. Jauh berbeda.

Bukankah ikhlas itu meneriima apa yang tengah terjadi tanpa meniadakan keberadaannya yang pernah hadir?

Sedangkan melupakan lebih kepada menghapus memori, seolah tak pernah hadir di bumi.

Dan karena itu, merindu bukan arti dari tak ikhlas. Sepertinya, kerinduan lah yang menjaga cinta tetap ada diantara pecinta dengan tercinta.

Karena itu, tak salah jika ada rasa rindu kepada mereka yang telah memejamkan mata. Bukankah kita juga selalu merindukan rasul?

Dan ya, aku merindukan momen-momen dengan sang sepupu kecil dari Kalimantan ini...

atau sepupu yang kuajak tersesat di jalan sekitar blok M.

atau sepupu yang terpaksa ikut berteduh di toko elektronik bermerk yang megah hingga berjam-jam hanya untuk menunggu berhentinya hujan.

atau sepupu yang kuajak berkeliling tak jelas dengan motor ke jalan raya di sekitar rumah pada malam tahun baru 2010.

atau sepupu yang selalu menyalakan lagu-lagu akon (RnB) hingga aku tertarik untuk menyimpan salah satunya.

atau sepupu yang pernah meminta saranku ketika ia bingung memilih oleh-oleh gantungan kunci untuk pacarnya di toko batik keris solo.

atau sepupu yang banyak bercerita soal ketertarikannya pada ilmu mesin, ya, mesin, dan alat berat. Aku tidak mengerti, tapi dia berambisi masuk SMK unggulan yang dikhususkan untuk itu.

atau sepupu yang benar-benar mengerti pekerjaan, dan pernah membuatku malu sendiri sebagai perempuan yang tidak lebih tau dari dia.

atau sepupu yang tidak pernah bisa diam.

dan sepupu yang jago main gitar.

sepupu yang bergaya hiphop total.

Hei sepupu,

Aku tidak menangis, tidak, air mataku terbendung oleh kelopak mata dan sama sekali tidak terisak maupun sesenggukan. Ada sesak luar biasa di dada dan di leherku, tapi aku tidak mengerti mengapa air mataku tidak meluap. Bukan karena aku tidak merasa kehilangan kamu, tapi karena aku bahkan tidak percaya bahwa keberadaanmu kini adalah pasif, sebuah memori yang akan menjadi tersimpan abadi dalam sirkuit otakku.

Hai sepupu, kau mengacaukan agenda liburanku, membuat ibumu, dan ibuku, dan nenek kita, menangis. Kamu tahu, sebagai ganti ruginya kamu harus berjanji bahwa kamu akan baik-baik saja. Ya, berjanjilah bahwa kamu baik-baik saja di sana.

Aku tidak bisa ikut mengantarmu ke rumah singgahmu.

Maaf.

Tapi semoga apa yang kupinta padaNya bisa menjadi fondasi kenyamanan singgasanamu di rumah itu.

Nah, perjalanan antar dimensi yang kamu lalui pasti melelahkan. Sekarang beristirahatlah.

Selamat tidur sepupu.

Sampai jumpa lagi.
Sabtu, 02 Februari 2013 0 comments

Kenapa Challenger?

Kenapa tidak Columbia yang terjadi bulan Februari tahun 2003 lalu? Atau Apollo 1 tahun 67?

Saya begitu menggembar-gemborkan peringatan meledaknya Pesawat ulang alik Challenger yang terjadi pada 28 January 1968 itu karena ada kisah yang berubah akibat peristiwa tersebut. Sebuah cerita yang mengubah mimpi sebagian penduduk Indonesia, terutama bagi mereka yang tertarik dengan keluarangkasaan.

Pratiwi Pujilestari Soedarmono

Pernah tahu Prof. Dr. Pratiwi Soedarmono? Beliau adalah seorang lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang melanjutkan pendidikan doktoral di Universitas di Jepang. Beliau adalah orang yang akan menjadi astronot pertama Indonesia bahkan Asia pada misi STS-61-H yang rencananya diberangkatkan bulan Juni-Juli di tahun yang sama (1986) dengan keberangkatan Challenger. Sayangnya, kemudian Challenger yang membawa misi STS-51-L mengalami kecelakaan yang menyebabkan NASA mengalami kerugian milyaran dolar, dan mengakibatkan NASA melakukan pembatalan misi STS-61-H.

Sampai saat ini Indonesia belum memiliki astronot lagi, dan ya, seolah keberadaan astronot hanyalah mimpi belaka bagi penduduk Indonesia. Seandainya ketika itu Challenger tidak mengalami bencana, mungkin Indonesia kini telah meretaskan puluhan astronot, entah yang tergabung dalam NASA, maupun LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) apabila dana pemerintah Indonesia tersalurkan.

Mohri Mamoru, seorang Jepang, pada akhirnya menggantikan posisi Pratiwi Soedarmono pada misi yang lain. Namun beliau, bersama Pratiwi Soedarmono selalu memotivasi penduduk Indonesia bahwa menjadi astronot itu bukan sekedar angan-angan. Memang benar, Ibu Soedarmono batal menjadi astronot bukan karena ketidakmampuannya, tapi karena takdir Tuhan.

Dan apa esensi menjadi astronot? Apabila ada rasa haus akan ilmu pengetahuan, maka menjelajahi luar angkasa, menjajal hidup di dunia yang sama sekali baru dari dunia yang kita tinggali selama ini, membagikan sebuah pengalaman demi perkembangan peradaban umat manusia, mungkin akan menjadi sesuatu yang tak terbayarkan yang bahkan akan membuat siapapun bersedia menukarkannya dengan nyawa sendiri...

...seperti yang telah dilakukan oleh kru pesawat Challenger.
Senin, 28 Januari 2013 0 comments

Remembering The Challenger


Ladies and Gentlemen, today is a day for mourning and remembering.
They had a hunger to explore the universe and discover its truths,
And they had that special grace, that special spirit that says:
"Give me a challenge, and I'll meet it with joy."


Components of the Space Shuttle
Wind blowing over the ET and impinging on the aft field joint of the right SRB
Crew of The Space Shuttle Challenger
O-ring blow-by from the right SRB





Flame emerging from the right SRB aft field joint
Liquid hydrogen leaking from the External Tank
Failure of the liquid oxygen tank in the ET
Structural breakup of the Orbiter
Orbiter debris
The crew of the Space Shuttle Challenger honored us by the manner in which they lived their lives.
We will never forget them as they prepared for their journey and waved goodbye
and slipped the surly bonds of earth...
...to touch the face of God.

[Ronald Reagan]


Call back the cap com, tick off the time bomb,
Let felicity fly.
Armor the air lock, blanket the bed rock,
And kiss the planet goodbye.

Fight back the flight deck, bring on the break neck
Cue the solar eclipse
Summit the sunset, dubtail the dragnet
And blow your backbone to bits

Dear God, I was terribly lost, when the galaxies crossed
And the sun went dark.
But dear God, You're the only North Star I would follow this far.

Telescope, keep an eye on my only hope,
Lest I blink and get swept off the narrow road,
Hercules, you've got nothing to say to me,
'Cause you're not the blinding light that I need.
For He is the saving grace of the galaxies

"He is the saving grace of the galaxies"

[Owl City]


Challenger Debris :




Seconds to explosion of Space Shuttle Challenger written here :


Source : http://www.aerospaceweb.org, and Owl City
Rabu, 16 Januari 2013 0 comments

Bad Luck?


or a bad day...

Don't try to say that you've never had a worst one. Everyone does, of course, no matter how fast they would recover it. As how I tried to ask people over omegle chatters, there're many person with different answer. Some would like to forget it (sleep, listen to the music, eat some ice cream, talk to someone or do whatever they like to do to avoid another bad luck), and some other prefers throw it all away (cut them self as for an emo, blame on anyone, or just shout and smack over anything), but less person would choose to pray to God, or easily just had self introspection.

For me, I would choose to stay alone. Listen to Simple Plan frustrated album (Still Not Getting Any) just to have a quiet blame on anything, releasing the anger inside. Then goes Jennifer Love Hewitt (Barenaked) and Daniel Powter (Bad Day) music to remind me that there're not only me who already had a bad day in the world. What for? Dunno, just feels better when knowing there're people with the same condition as I did. Something like "People had a bad day too, not just you! Stop whining!" And then comes Owl City to recover, for something like, "Thanks God, this is not worse than anything it may be happened" or "Thanks God, You gave me all these problem so I could learn about life", and, "Hope that these will help me become wiser".

But, have you ever realize, or is it just me, that when you had a bad day/bad luck/just some shit around, then what you do is NOT trying to forget it, to heal it, or just to let it go away, but you DO enjoy it. Because I do.  Am I crazy? I don't think so. Let's change the story then from a bad day, into a suck life. Your gf/bf cheated on you, you break up with them, and what you do is crying or just can't stop thinking about it. Sometimes you just play the song that remind you for him/her. Another times, you make yourself remember them after had some exciting moment which possibly could erase the sadness memory. Regret? I don't think so. Why would you regret the best choice in your life to break up with them if they don't even regret for what they did?

"I don't mind trying to find a way
to keep my head above the mess I make, what the world creates
sometimes it feels so good to let it all fall
as the world fall
I may fall
We all may fall
and then the world comes tumbling
down down down down down"
[Jennifer Love Hewitt - Barenaked]

See?

So that I guess a bad luck is not bad because secretly we enjoy it. You know sometimes when you had those bad luck, you just realize that you had different life from everyone around you. It makes you exclude yourself from a common... something (I don't know a better word to describe that 'something'), from a boring... something. You're different, and that's the point, you're enjoying the difference.


The color of life as I said before in Ruby Sparks movie review, that's how the life were live. Don't blame all along over every bad things, because those bad things around you is not bad. Those bad things is good because they build your life into not-so-boring one.

Oh, anyway, I still searching songs about a bad luck. If you had recommendations, please let me know.
Senin, 14 Januari 2013 0 comments

White Houses by Vanessa

Tell an emotional story about love, joy, disappointed, and self heal. But no regret, like she really understand the situation and could accept it but can't work with it anymore. Read it slow, and try to translate every words there. I also put Indonesian translation by my self. If only you could understand what I wrote there :)




Crashed on the floor when I moved in 
This little bungalow alone with some strange new friends
Stay up too late, and I'm too thin 
We promise each other it's til the end 
Now we're spinning empty bottles It's the five of us 
With pretty eyed boys girls die to trust
I can't resist the day No, I can't resist the day 

Jenny screams out and it's no pose
Cause when she dances she goes and goes
And beer through the nose on an inside joke 
And I'm so excited, I haven't spoken 
And she's so pretty, and she's so sure
Maybe I'm more clever than a girl like her
The summer's all in bloom 
The summer is ending soon 

It's alright and it's nice not to be so alone
But I hold on to your secrets in white houses 

Maybe I'm a little bit over my head
I come undone at the things he said 
And he's so funny in his bright red shirt
We were all in love and we all got hurt 
I sneak into his car's cracked leather seat 
The smell of gasoline in the summer heat 
Boy, we're going way too fast 
It's all too sweet to last 

It's alright
And I put myself in his hands
But I hold on to your secrets in white houses
Love, or something ignites in my veins 
And I pray it never fades in white houses 

My first time, hard to explain
Rush of blood, oh, and a little bit of pain
On a cloudy day, it's more common than you think
He's my first mistake 

Maybe you were all faster than me
We gave each other up so easily 
These silly little wounds will never mend
I feel so far from where I've been 
So I go, and I will not be back here again
I'm gone as the day is fading on white houses 
I lie, put my injuries all in the dust 
In my heart is the five of us In white houses 

And you, maybe you'll remember me
What I gave is yours to keep In white houses 


----


Retakan pualam ketika aku tiba
Seorang insan dengan beberapa teman baru
Bertahan hingga larut, dan aku ikut
Sebuah janji yang mengikat hingga akhir
Dan, kita bermain undian
Kita, berlima
Kita, mencoba saling percaya
Aku tidak bisa berhenti menikmatinya
Tidak, aku tidak bisa berhenti menikmatinya

Jenny memekik tanpa makna
Karena ketika ia berdansa, ia tak dapat menghentikannya
Dan juga sedakan bir saat lelucon disampaikan
Membuatku tenggelam dalam gelak tawa
Dan ia sangat mengagumkan, sungguh, ia luar biasa
Tapi mungkin, aku lebih cerdas darinya
Musim panas ini sempurna
Musim panas ini berlalu cepat

Tidak, setidaknya semua ini jauh lebih baik dari seorang diri
Dan aku menjaga rahasiamu di rumah putih

Mungkin, terlalu banyak pemikiran dalam kepalaku
Sehingga aku tak lagi bisa mendengar kata-katanya
Dan ia begitu menarik dengan kaus merahnya
Kita semua dalam lingkaran cinta, dan kita semua tersakiti
Aku diam-diam memasuki mobilnya
Terhidu aroma bahan bakar di musim panas
Well, kita terlalu terburu-buru
Dan semua ini terlalu indah untuk berakhir

Tidak,
Kubiarkan diriku dengannya
Dan aku menjaga rahasiamu di rumah putih.
Cinta, atau sesuatu yang membara mengalir dalam darahku
Dan aku berdoa agar semua ini tidak akan memudar di rumah putih

Kali pertamaku, sulit untuk diterangkan
Degup jantung, dan rasa sakit
Pada cuaca berawan, semua itu lebih membosankan dari yang kamu tebak
Dan ia, merupakan sebuah kesalahan

Mungkin kalian lebih bijak dariku
Dan kita terlalu cepat untuk saling percaya
Luka-luka kecil yang tak berarti ini tak akan sembuh
Aku terlalu jauh dari diriku sebelumnya
Jadi aku pergi, dan aku tak akan kembali
Aku memudar seiring bergantinya hari di rumah putih
Aku berbohong telah mengabaikan luka-luka itu
Tapi aku tak akan lupa dengan kita berlima
Di rumah putih

Dan kamu, mungkin kamu akan mengingatku
Dan yang tak lagi kujaga adalah rahasiamu
Di rumah putih


Sabtu, 12 Januari 2013 2 comments

Rumah Dara, Great Indonesian Thriller Movie


I would rate it 5,5 out of 10, including how the movie set has been build. Indonesia, my place, as for me, feels more real than any hollywoods work.

Rumah Dara, atau Macabre for international title, garapan sutradara Kimo StamboelTimo Tjahjanto, sejatinya bukan film thriller yang wah, unpredictable, dan new. Bagi penikmat film-film thriller/psikopat garapan Hollywood maka film Macabre ini termasuk dalam just another thriller movie. Sebagian orang bahkan berkomentar film ini duplikat dari Texas Chainsaw Massacre atau Inside, Frontiers dari segi cerita yang serupa.

Tapi, seriously, memang apa yang sebenarnya diharapkan penikmat film thriller? Sebuah jalan cerita yang baru? Jalan cerita tidak terprediksi? Atau aksi-aksi yang membuat pemirsanya ternganga? Film dengan persyaratan begitu bakal masuk kategori drama-action ketimbang thriller. Tapi, untuk nilai plus, apabila film thriller memenuhi persyaratan tersebut maka akan menambah rating. Sebut saja Final Destination, film ini mempunyai jalan cerita elok dengan menyerahkan peran pembunuhan pada takdir. Dan film ini bertahan hingga serinya yang kelima meski ratingnya mulai menurun karena film ini masih menampilkan adegan-adegan mengejutkan yang tak terduga, membuat pemirsanya menerka-nerka kapan maut tiba, dan tiba-tiba slash! satu aktor mati.

Jadi sejatinya film thriller dinikmati lebih kepada keberadaan adegan-adegan mengejutkan yang harus dilalui para actor untuk menghindari pembunuh, daripada jalan cerita itu sendiri.

Kembali ke Macabre.

Acting para aktornya terbilang bagus. Jalan cerita meskipun monoton, tapi masih terbilang riil. Yang merusak di film ini adalah adegan kehadiran polisi yang terkesan lawak. Uhm, well, lawak sebenarnya tidak masalah, tapi acting para pemeran polisi di sini sangat tidak proporsional, tidak selayaknya seorang polisi bertindak. Selain itu juga ada adegan ledakan yang ditampilkan di sini, dan itu terlihat made up. Tapi saya memang tidak berharap muluk-muluk dari segi efek yang satu ini. Lalu satu hal lain yang agak mengganggu adalah warna darah yang diciptakan, terlalu menyala, padahal saya tahu dengan darah yang diambil langsung dari pembuluh darah melalui jarum suntik saja warnanya tidak secerah cat mobil Ferrari Schumacher. Tapi di film ini, ada beberapa scene yang menunjukkan warna merahnya secerah itu. Penting? Ya, karena itu membuyarkan konsentrasi. Tapi beruntunglah karena kemudian setingan film digelapkan mengingat timeline malam yang dipakai, jadi masalah ini tidak terlalu vital. Dan endingnya… jeez, dulu jaman Scream masih heboh (tahun 90an) ending menggantung dari film thriller adalah wow. Tapi sekarang, film thriller dengan akhir menggantung itu boring! Ada ratusan film thriller yang demikian soalnya. Dan film Rumah Dara ini salah satunya.

Jadi itu semua komentar negatifnya. Dan ya, saya lebih mahir memberi komentar negatif daripada positif sebenarnya. Oke, jadi saya acungi jempol pada film Rumah Dara ini untuk tidak menjual adegan cabul pada pemirsa! Hell yeah, satu-satunya adegan yang mengarah ke sana adalah bagaimana seorang tukang jagal sangat tertarik pada Julie Estelle ketika hendak membunuhnya atau ketertarikan tokoh kelompok protagonist pada tokoh kelompok antagonis dengan latar belakang kamar tidur. Itu saja. Dan tidak ada tontonan tak senonoh yang dijual semenarik adegan-adegan pembunuhannya. Kemudian saya juga menambah acungan jempol untuk peran bayi yang riil. Gila! Dapat darimana bayi sebelia itu yang dibolehkan dishoot di layar kaca? Rahasia sutradara? Fine. Jadi menurut saya, dengan tidak menggunakan manekin bayi yang keliatan boongnya, itu nilai plus film ini. Beberapa efek pembunuhannya juga terlihat riil, seperti ketika menggergaji leher, menghujam dada, tusukan-tusukan, dan semuanya. Ini lah yang membuat film ini bisa saya sejajarkan dengan film Hollywood.

Dan nilai plus lainnya adalah ini dibuat di Indonesia, feels more real karena aktor-aktor dan latar film yang lokal. Jadi 5,5 dalam jajaran film Hollywood menurut saya itu luar biasa. Mudah-mudahan Indonesia bisa membuat film-film yang mementingkan kualitas, daripada harga jual. Karena sebenarnya semua sejalan kok, semakin mahal sebuah film, semakin berkualitas, maka semakin tinggi harga jualnya.
Minggu, 06 Januari 2013 0 comments

Ruby Sparks dan Bagaimana Warna Hidup Tercipta



“....a human being has been created out of ink, paper, and the imagination”. –J.D. Salinger

Sangat menginspirasi, terutama bagi mereka para penulis (karena tokoh utama disini merupakan seorang penulis) atau pun seseorang yang berimajinasi mengenai kemunculan sosok pasangan idaman yang sempurna dan sesuai dengan kemauan penulis itu sendiri. Karena dalam film berdurasi satu setengah jam ini menceritakan bagaimana seorang wanita dengan ajaib tercipta dari imajinasi seorang penulis terkenal. Sang penulis, Calvin, yang jatuh cinta pada wanita hasil ciptaannya, Ruby, juga mampu mengubah karakteristiknya sesuai kehendak Calvin. Ya, semudah itu. Jadi segala tindakan dan sifat Ruby yang tidak disukai Calvin, bisa dihilangkan hanya dengan menuliskan apa yang dia inginkan dari Ruby melalui mesin ketiknya.

Terdengar menyenangkan dan sempurna, hmm? Tapi kenyataannya segala yang terlalu terkendali membawa permasalahan. Calvin, dalam satu scenenya sampai berujar, “I want to be what's making her happy, without making her happy” .

Aku ingin menjadi seseorang yang menjadikannya bahagia, tanpa (dengan sengaja) membuatnya bahagia.

Kalimat yang menurut saya menunjukkan kebingungan mendalam. Calvin hanya menginginkan apa yang dia inginkan, dan ternyata kesemuanya itu ia dapatkan dengan mudah, tidak ada tantangan, tidak ada rintangan. Calvin tidak memberi kebebasan pada Ruby, dan demikian juga Ruby yang sekalipun beberapa kali memberontak namun ia tidak bisa benar-benar memberontak, karena sejatinya ia diciptakan dari imajinasi Calvin. Namun seiring berjalannya ketidakstabilan sifat Ruby yang mengikuti pola pemikiran Calvin, yang membuatnya jengkel sendiri karena merasa Ruby jadi seseorang yang aneh, akhirnya membuat Calvin menulis begini ‘Ruby was just Ruby with or without Calvin’ "Ruby adalah Ruby, dengan atau pun tanpa Calvin". Dan dengan begitu Calvin menemui Ruby apa adanya selayaknya manusia biasa, mempunyai kesenangan sendiri tanpa Calvin, mempunyai kepentingan yang tidak berkaitan dengan Calvin, dan mempunyai kecenderungan berselingkuh dari Calvin.

Ya, klimaks dari film ini terjadi ketika Ruby dipergoki berinteraksi secara intim dengan seorang penyelenggara pesta kerabat Calvin. Mereka bertengkar hebat, sampai pada akhirnya Calvin sengaja membongkar hal yang selama ini ia rahasiakan bahwa dirinya bisa mengubah Ruby sekehendak hatinya, mulai dari bagaimana ia berbicara dengan bahasa prancis, hingga isi kalimat yang diutarakan.

Dan di sini, Calvin benar-benar kecewa karena tidak bisa memanusiakan manusia.

Kira-kira makna film ini benar-benar merujuk pada potongan kalimat di awal tulisan kan? Seorang manusia diciptakan lebih dari sekedar goresan pena, selembar kertas, dan sebuah imajinasi. Manusia hanyalah manusia, ciptaan Tuhan Yang Sempurna, tapi tidak akan mampu menciptakan yang sesempurna ciptaanNya. Karena sekalipun kita sangat mengenal diri kita sendiri, dan apa yang kita inginkan, bukan berarti kita bisa menjalani hidup seperti saat ini apabila kita mendapatkan mukjizat untuk mewujudkan kesemuanya secara instan. Perhatikan, bahwa sejatinya ketidaksempurnaan itu melahirkan kesempurnaan, namun kesempurnaan tidak bisa melahirkan ketidaksempurnaan. 

Jadi, mari kita beranjak dari sekedar pemaknaan film ini pada sekedar sosok pasangan ideal, menuju warna-warni kehidupan yang lebih luas.


Manusia mempunyai mimpi atau keinginan, dan sebenarnya manusia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggapai mimpi atau keinginan itu sendiri ketimbang menikmatinya. Apabila mimpi dapat digapai dengan mudah, dengan instan, lalu apa lagi yang mewarnai hidup? Termasuk juga iman/agama dengan puncak mimpinya adalah surga. Apabila sudah tercapai apa lagi yang mau diperjuangkan? Nah, lihat bagaimana kemudian banyak orang sukses secara materi dan eksistensi kemudian sengaja bunuh diri, atau terjun pada dunia kriminal seperti menjadi pecandu atau melakukan tindakan kejahatan yang konyol. Padahal dari luar mereka terlihat begitu sempurna, dan kita sebagai pemirsa saja mendambakan kehidupan mereka, tapi kemudian kita hanya menggeleng-gelengkan kepala kecewa karena orang-orang tersebut sangat tidak menghargai hidup. Bukan masalah menghargai kehidupan sebenarnya, tapi karena kebosanan, monoton, kehilangan tujuan hidup karena semuanya telah tercapai.

Sebuah penyakit jiwa yang sebenarnya bisa menjangkiti siapapun, terutama mereka yang sedang berjalan menuju kesuksesan.

Jadi apa yang membuat seorang manusia bertahan?

Pertama, iman. Tentu, seseorang yang beriman akan selalu mendapati dirinya tertantang untuk terus memperbaiki diri karena Tuhan telah menerjunkan setan sebagai pengganggu, sebagai rintangan agar manusia tidak bosan untuk terus berusaha memperbaiki iman mereka. Dan kenapa mereka harus berusaha memperbaiki iman? Karena mimpi seorang manusia beragama adalah surga, nirwana, atau apapun balasan Tuhan yang tak tertandingi. Sesuatu yang terdengar fana, fiktif, karena manusia baru bisa merasakannya pada kehidupan setelah mati. Kebenarannya seolah dipertanyakan karena penjabaran yang di luar logika. Sebagian bahkan memilih jadi atheis karena merasa agama adalah hal yang tidak masuk di akal.


Tapi secara psikologi, di sanalah justru titik yang membuat manusia beragama itu tidak mudah menyerahkan hidup. Surga, sesuatu yang bisa dicapai setelah mati yang artinya selama hidup kita hanya mengira-ngira sudah sebaik apakah diri kita, sudah pantaskah Tuhan membalas kita dengan hadiah super luar biasaNya? Dalam Islam sendiri (karena saya beragama Islam), tidak ada nilai absolut untuk poin-poin pahala, seperti : beramal sebesar 1000 rupiah akan mendapatkan satu tiket, puasa senin-kamis akan dapat 100 tiket. Untuk masuk surga paling rendah perlu sejuta tiket, dan surga firdaus (tertinggi) perlu satu milyar tiket. Bersyukurlah, kitab suci umat Islam tidak menuliskannya. Karena itu manusia berlomba-lomba, mengira-ngira, dan tidak pernah berhenti berusaha memperbaiki dirinya karena khawatir bahwa dirinya belum memenuhi persyaratan masuk surga.

Untuk poin pertama ini kesampingkan emosi pribadi seperti kasih sayang Nabi Muhammad atau kecintaan Allah SWT ya, saya mencoba menjelaskan secara universal soalnya ;)

Kedua, masalah. Mereka bosan, hidup mereka menjadi monoton. Logikanya begini, kita tidak akan menemukan kesenangan tanpa kesedihan, kita tidak akan menemukan kebaikan tanpa adanya kebatilan, jadi kita tidak akan menemukan hal positif tanpa adanya hal negatif. Orang-orang dengan kesempurnaan duniawi itu tidak bisa lagi menemukan kebahagiaan karena setiap hari yang ia temukan adalah kebahagiaan. Hidupnya monoton. Perasaan mereka tumpul, tidak bisa lagi merasakan nikmatnya kebahagiaan.

Untuk bisa kembali merasakan kesenangan seperti yang pernah mereka rasakan, maka mereka berbuat sesuatu yang benar-benar menghancurkan hidupnya. Mereka dengan sengaja mencari keburukan untuk membedakan mana yang positif dan mana yang negatif. Karena dari sana kemudian mereka akan perlahan merangkak berjuang kembali mencapai kehidupan nyaman yang pernah dimiliki. Tapi, jangan salah persepsi, kalau sudah sengaja menghancurkan diri begitu, siapa yang bisa jamin kehidupannya bisa kembali seperti sedia kala?

Karena itu, istilah bermimpilah setinggi langit ada benarnya. Kenapa langit? Karena tingginya belum terdefinisi hingga kini. Jadi, teruslah bermimpi dan jangan pernah berhenti. Selain karena pemikiran tersebut bermakna positif secara langsung pada kehidupan manusia, pemikiran itu juga mempertahankan kejiwaan manusia dari keputusasaan dan ketidakbermaknaan hidup.


Menghargai dan toleransi pada keberadaan orang lain termasuk kekurangan dan kelebihannya sebenarnya adalah sebuah bentuk kewajiban, bukannya tindakan yang boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan. Percayalah, kalau bukan karena mereka berbeda dengan kita maka kita tidak akan menjadi seperti diri kita saat ini. Simpelnya begini, semua orang mempunyai sifat yang sama seperti kita. Menyenangkan? Kalau menurut saya sih membosankan. Apa bedanya kita dari orang lain? Apa spesialnya kita dari orang lain? Dan karena naluri manusia adalah menunjukkan eksistensi diri, menyuarakan pada dunia bahwa keberadaan diri mereka di bumi ini bermakna, maka siapa yang jamin kalau usaha membedakan diri itu berujung pada diri kita dengan sifat-sikap negatif?

Maka bersyukurlah dengan masalah yang ada, dan bersyukurlah dengan perbedaan yang tercipta. Karena Tuhan sengaja menurunkan itu semua untuk manusia agar hidup mereka berwarna. Agar manusia tetap memaknai dan menghargai hidupnya.

CMIIW :3
 
;