Rabu, 12 Desember 2012 0 comments

Memories of Jogja

Ini bukan review tentang tempat-tempat wisata. Ini juga bukan usaha promosi saya tentang tempat-tempat wisata. Ini hanya cerita tentang memori saya pada kota paling merindukan bernama Jogjakarta.

Nenek saya asli Solo, namun saya tinggal di Jakarta. Setiap tahun saat lebaran, atau setiap ada waktu libur cukup panjang saya travelling lintas provinsi menuju Solo. Jalurnya, terkadang melalui kota Magelang apabila dalam kondisi tergesa, tapi juga melalui kota Jogja apabila memang ada waktu luang yang cukup panjang untuk berwisata. Dan karena rutinitas itu memori saya tentang wisata kota Jogja sudah terbentuk sejak saya kecil.

TAMAN SARI

Jogja, adalah kota besar yang mempunyai nilai kebudayaan, nilai seni, nilai sejarah, nilai pariwisata, dan bahkan nilai keagamaan yang cukup mengagumkan. Memori terdahulu yang saya ingat mengenai Jogjakarta adalah wisata menuju taman sari. Ayah saya menyebutnya sebagai pemandian putri raja. Saat itu tempat wisata ini belum seindah sekarang. Lorong-lorongnya tanpa lampu penerangan, gelap tanpa pernah terpapar sinar matahari. Terdapat retakan-retakan dengan corak kehitaman pada dinding-dinding lorong yang mengisyaratkan usia bangunan. Tapi dengan begitu justru kesan kelawasannya benar-benar terbentuk. Sayang, dokumentasi yang saya miliki berupa foto cetak, jadi yang saya sertakan di post ini hanya foto2 yang saya dapat dari google.

Taman sari, merupakan taman berisi pemandian sebagai bentuk hadiah kepada istri-istri Sultan yang membantu selama masa peperangan.

Gambar di atas disebut sebagai Gapura Panggung yang diperuntukkan bagi Sultan ketika menyaksikan tari-tarian yang disajikan di bawahnya.
 
Ini adalah tempat pemandian yang terbagi menjadi tiga area, yaitu Umbul Kawitan (kolam untuk putra-putri Raja), Umbul Pamuncar (kolam untuk para selir), dan Umbul Panguras (kolam untuk Raja). Sekarang, tempat ini sudah direnovasi menjadi jauh lebih indah.


pusat masjid bawah tanah sebelum renovasi

Ini adalah gambaran pusat masjid bawah tanah yang dihubungkan melalui lorong-lorong, kemudian pusatnya berupa persegi dengan lima tangga di sekitarnya. Tanpa atap, sehingga bisa menikmati panorama langit dengan berdiri di pusat tangga.


PASAR MALIOBORO

Jogjakarta tanpa Malioboro bukanlah wisata. Jadi, bahkan di usia saya yang masih sangat muda, dan cenderung tidak tertarik berbelanja, saya sudah diajak berkunjung ke sana. Pasar, bukan kata yang menarik sebenarnya bagi seorang bocah, tapi apa yang saya temukan kemudian tidak seburuk ekspektasi sebelumnya. Malioboro bukan "pasar becek" yang menjual makanan-makanan basah dan cenderung kotor dan... yah, becek. Malioboro juga bukan "pasar sumpek" yang di seluruh penjuru mata memandang hanya bisa melihat penjual dan barang dagangannya. Pasar asesoris ini terletak di sepanjang trotoar Jl. Malioboro. Penjualnya memajang barang dagangan di sepanjang tepi trotoarnya. Tapi dengan begitu bukan berarti kemudian trotoar Malioboro menjadi tampak kotor dan berantakan. Hebatnya para penjual di Malioboro ini cukup disiplin sehingga pasar tradisional ini bukan menimbulkan keengganan untuk dikunjungi, melainkan sangat mengundang untuk dinikmati hingga oleh turis-turis asing.

Barang-barang yang dijual pedagang Malioboro adalah asesoris-asesoris khas jogjakarta. Sebut saja surga cinderamata. Dari tas, gantungan kunci, gelang, poster, baju, miniatur pajangan, sandal, dan semua jenis benda yang bisa dikreasikan hingga membentuk kekhasan Jogjakarta disajikan di sepanjang jalan berjarak 1 km itu.

Jalan rayanya memberlakukan sistem one way. Mungkin untuk mengurangi kepadatan jalan, karena saya akui, belakangan ini memang setiap hari libur, bahkan libur rutin seperti Sabtu Minggu saja berhasil membuat Jl. Malioboro macet total.


Saya sendiri tidak tahu menahu mengenai sejarah dan makna keberadaan pasar Malioboro ini, tapi seingat saya memang kepadatan Malioboro saat ini dibandingkan ketika saya masih duduk di bangku SD dulu sudah jauh berbeda. Dahulu, kepadatannya hanya menyebabkan kendaraan melaju perlahan, paling-paling penyebabnya hanya karena pejalan kaki yang sedang menyeberang. Tapi kalau sekarang ini, mobil maupun motor melaju lambat dan sering berhenti total. Buruknya lagi antrean ini menyebabkan kemacetan di beberapa ruas jalan sekitar Malioboro.

Tapi memang demikian menurut Yogyes.com, bahwasannya Jalan Malioboro dulunya adalah jalan yang sunyi dan hanya dilalui oleh orang-orang yang hendak ke keraton atau ke kawasan Indische. Kemudian jalanan ini berangsur-angsur menjadi lebih ramai berkat keberadaan pasar Beringharjo dan permukiman Tionghoa.


Selain sebagai pusat perdagangan, sebenarnya Malioboro ini juga sering digunakan untuk pengadaan festival-festival kebudayaan karena letaknya yang menjadi sumbu imajiner antara pantai parangtritis, keraton, tugu, dan gunung merapi. Namun saya sendiri belum pernah menyaksikan acara-acara tersebut.

 
 
 
suasana lorong perdagangan Malioboro
Selain aktivitas perdagangan, pasar Malioboro tidak lepas dari keberadaan para musisi jalan (seperti yang disebutkan dalam lagu Yogyakarta garapan Katon Bagaskara). Pengamen? Saya lebih suka menyebut mereka sebagai musisi jalan karena tidak seperti pengamen pada umumnya yang mengandalkan suara dan alat musik semampunya. Musisi jalan Malioboro bukan tampil apa adanya, tapi mereka memaksimalkan nilai seni yang dimiliki. Tidak hanya bermodal gitar atau ukulele, bahkan mereka ada yang sampai membawa alat-alat tradisional atau gitar dengan bentuk yang berbeda yang bahkan sayab sendiri tidak tahu apa namanya.


KRATON JOGJA

Menurut yogyes.com, ada dua loket masuk menuju kraton Jogja yaitu tepas keprajuritan, dan tepas pariwisata. Sayangnya, saya sudah beberapa kali mengunjungi kraton Jogja tidak pernah tahu itu. Jadi hingga berkali-kali saya berkunjung ke Kraton, hanya melalui salah satu pintu masuk, itu pun saya juga tidak tahu yang mana.

Jadi sejatinya Kraton merupakan objek wisata peninggalan sejarah namun masih dipergunakan. Kehidupan Sultan masih berlangsung di dalam bangunan yang didirikan tahun 1755 itu. Oleh karena itu, ada tempat-tempat yang tidak diperbolehkan bagi para wisatawan untuk dieksplor. Meskipun begitu, banyak hiburan yang bisa dinikmati seperti pertunjukkan-pertunjukkan tradisional yang rutin diadakan di Bangsal Pagelaran. Selain itu sejatinya tempat ini benar-benar terrawat seperti layaknya rumah penduduk dengan arsitektur dan dekorasi Jawa yang khas. Saya sendiri karena sejak awal tidak tahu keberadaan dua loket masuk, ditambah ketika itu saya enggan didampingi tour guide, jadi saya tidak bisa banyak bercerita kecuali tentang kekaguman saya pada pelestarian kesenian Jawa yang terpajang apik di sana. Jadi, saran saya apabila hendak berkunjung ke Kraton, ada baiknya meminta didampingi tour guide :)






Masih banyak tempat-tempat yang pernah saya kunjungi di Jogja meski tidak sampai semua tempat wisata. Candi Borobudur, Candi Prambanan, Rumah Mbah Marijan, Monjali (Monumen Jogja Kembali), Benteng  Vredeburg, Pantai Parangtritis, Kota Gede, kuliner, dan penginapan paling sederhana hingga berbintang. Lain kali saya merencanakan perjalanan touring ke Jogja, mungkin setelah itu baru akan saya tambahkan lagi postingan mengenai Jogjakarta.
Senin, 12 November 2012 0 comments

Saya tidak berhenti, dan itu yang membuat mereka berhenti untuk menghentikan saya...

Orang-orang yang berhasil menempuh mimpinya, menciptakan perubahan, memberi dedikasi berharga pada umat manusia dengan pengorbanan pun yang tak hingga, adalah orang-orang yang mempraktekkan seruan "maju terus pantang mundur". Ketika berkali-kali mereka kemudian mendapat hinaan, penolakan, dan kegagalan atas usaha jerih payah yang mereka lakukan, mereka tidak kemudian terpuruk dan setuju dengan segala sesuatu yang menghentikan mereka. Ya, mereka tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan apa yang mereka yakini, dan hal tersebut lah yang kemudian membuat segala sesuatu yang membendung upaya mereka untuk sukses ini lambat laut berhenti untuk menghentikan upaya mereka. Sebut saja sekian juta tokoh yang ada di bumi ini, namun hanya beberapa tokoh berikut yang saya ambil, sebagian saya tulis dan sebagian lagi dari blog lain karena beberapa tokoh ini ditulis hanya dalam masa terpahit mereka.



- Nabi Muhammad -
Sepertinya tidak perlu saya sebutkan lagi betapa pantang menyerahnya beliau. Bayangkan, anda didatangi makhluk aneh yang tak pernah anda lihat sebelumnya dan disuruh menyebarkan keyakinan yang dibawa makhluk itu. Apa-apaan?! Itu hantu atau tipu muslihat? Dan ajaran dengan bahasa apa pula itu? Saya tidak bisa baca, daripada dibilang sinting dan dijauhi masyarakat mengingat saya ini juga bukan dari keluarga kaya raya dan punya kuasa, dan saya butuh banget masyarakat buat nerima saya, cari aman saja, abaikan kejadian gila ini. Toh saya tidak rugi, emang apa yang rugi, ada sekian juta manusia hidup di bumi, terus kenapa harus saya? Enggak deh, mending walikota aja, atau siapa gitu yang sudah punya kekuasaan.

Tapi tidak, beliau dengan gila mematuhi perintah itu mengikuti nuraninya. Akibatnya? Diusir dari kota mekah. Dan apakah dia punya harta atau kepemilikan tanah di tempat lain? Noo... Diludahi, dilempari kotoran, dicaci, dihina, diboikot, disakiti baik batin (melalui kematian akibat pembunuhan orang-orang yang dia cintai) maupun fisik, difitnah, dan semua bentuk derita berhasil dia lalui. Hasilnya? Dia menempati ranking 1 dalam buku seratus tokoh paling berpengaruh sepanjang masa. Mewariskan ajaran yang bertahan stabil selama berabad-abad. Seorang tokoh ekonomi, agama, politik, dan budaya yang benar-benar sukses menciptakan peradaban baru. Sosok ahli perang, motivator, dan pemimpin besar. Jadi apabila dia menyerah pada seruan, "Loe gila!" pertama, kedua, atau kesekian juta kali, apakah bumi bisa seperti sekarang? Dan apabila banyak orang menyebut hal tersebut sebagai orang gila, jadi orang gila mana yang bisa sehebat dia? Sudah 2 millenium, belum lihat ada orang gila yang sebanding dengan nabi Muhammad.



- Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat) -

Berangkat ke medan perang sebagai kapten dan kembali sebagai prajurit. Kemudian, dia gagal sebagai pebisnis. Sebagai ahli hukum di Springfield, dia sangat tidak praktis dan temperamental untuk sukses. Dia beralih ke dunia politik dan kalah pada usaha pertamanya untuk menjadi anggota legislatif, kemudian kalah lagi dalam nominasi menjadi anggota konggres, kemudian gagal menjadi komisioner di General Land Office, kalah lagi dalam pemilihan senator tahun 1854, kalah lagi dalam pemilihan Wakil Presiden tahun 1856, dan kalah lagi dalam pemilihan senat 1858. Dia menulis kepada seorang temannya, "Saya sekarang adalah manusia hidup yang paling menderita. Jika apa yang saya rasakan dibagi rata kepada semua umat manusia, maka tak ada wajah yang ceria di muka bumi ini."

- Winston Churcill (Perdana Menteri Inggris) -
harus mengulang di sekolah dasar, dan saat ia memasuki sekolah berikutnya, Harrow, ia ditempatkan di bagian terendah di kelas terendah. Selanjutnya, ia gagal dua kali dalam ujian masuk Royal Military Academy at Sandhurst. Ia kalah dalam pemilihan anggota parlemen. Ia menjadi perdana menteri di usia 62 tahun. Ia kemudian menulis, "Never give in, never give in, never, never, never, never – in nothing, great or small, large or petty – never give in except to convictions of honor and good sense. Never, Never, Never, Never give up".

Sigmund Freud (dokter saraf yang melahirkan teori kepribadian psikoanalisa) -
menuai “Huuu…!” yang meriah saat pertama kali mempresentasikan idenya yang radikal di hadapan masyarakat ilmiah Eropa. Ia kembali ke kantornya dan tetap menulis. 

- Thomas Alva Edison (penemu bola lampu) -
Guru-guru Thomas Alva Edison berkata, “dia terlalu tolol untuk belajar apapun.” Dia dipecat dari pekerjaan pertamanya karena dinilai tidak produktif. Sebagai penemu, Edison membuat 1.000 percobaan yang gagal sebelum menemukan bola lampu. Saat seorang wartawan bertanya kepadanya, “Apa rasanya gagal seribu kali?” Edison menjawab, “Saya tidak gagal seribu kali. Bola lampu ditemukan dengan seribu langkah.”

- Albert Einstein (penemu teori atom) -
tidak bisa bicara sampai berusia 4 tahun dan tidak bisa membaca sampai usia 7 tahun. Orangtuanya beranggapan bahwa dia abnormal. Salah satu gurunya mendeskripsikan Einstein dengan, “mentalnya terlalu lemot, tidak sosial, dan terus bertualang dalam impian bodoh.” Dia dikeluarkan dari sekolah dan ditolak masuk ke sekolah politeknik Zurich. Einstein sangat sedikit belajar bicara dan menulis. Ia bahkan sedikit sekali belajar matematika.

- Louis Pasteur (dokter mikrobiologi penemu vaksin) -
hanyalah murid rata-rata di sekolahnya. Ia ranking 15 dari 22 di kelas kimia.

- Sidney Poitier (Aktor kulit hitam yang pertama kali menerima Oscar)
Setelah audisi pertamanya, Sidney Poitier dinasehati oleh direktur casting, “mengapa kamu tidak berhenti menghamburkan waktu orang lain dan pergilah keluar sana jadi tukang cuci piring atau apalah gitu?” Saat itulah, ia memutuskan untuk membaktikan dirinya dalam dunia akting.


Henry Ford (Pemilik Ford) -
gagal dan bangkrut lima kali sebelum dia sukses dengan mobilnya.

Stan Smith (pemain tenis) -
ditolak menjadi ball boy untuk Davis Cup karena “terlalu aneh dan kikuk.” Dia tetap aneh dan kikuk, dan memenangkan Wimbledon dan US Open. Dan, delapan piala Davis.

- RH Macy (pendiri departemen store) -
gagal dan bangkrut tujuh kali sebelum tokonya merajalela di New York.

- Alexander Graham Bell (penemu telepon) -
Saat Bell Telephone Company jungkir balik di masa-masa awalnya, pemiliknya Alexander Graham Bell menawarkan seluruh haknya ke Western Union seharga 100,000 USD. Penawaran itu ditolak dengan balasan, “apa manfaatnya mainan elektronik yang ditawarkan perusahaan ini.”

- Michael Jordan (pemain basket) -
berkata, “Sepanjang karir Saya, Saya gagal 900 kali melempar bola. Saya kalah di hampir 300 pertandingan. 26 kali Saya dipercaya untuk melakukan lemparan kemenangan, dan gagal. Saya gagal dan gagal lagi di sepanjang hidup Saya. Itulah sebabnya Saya sukses.”

Walt Disney (pelopor kartun Disney) -
dipecat dari jabatannya sebagai editor di sebuah koran, sebab dianggap “tidak punya imajinasi dan tak punya ide bagus.” Dia bangkrut beberapa kali sebelum membangun Disneyland. Faktanya, taman bermain itu ditolak oleh kota Anaheim dengan alasan hanya akan mengundang manusia sampah dan gelandangan.

- Jerry Seinfeld (aktor Hollywood) -
Saat pertama kali Jerry Seinfeld manggung sebagai pelawak profesional, dia melihat audience, terdiam kaku, dan lupa bahasa Inggris. Dia mencoba berjuang sekitar satu setengah menit sebelum didepak dari panggung. Dia kembali lagi malam berikutnya, dan menutup aksinya dengan applause yang sangat meriah.

- Richard Bach (penulis) -
18 penerbit menolak menerbitkan buku Richard Bach. Macmillan akhirnya menerbitkan “Jonathan Livingston Seagull” di tahun 1970. Tahun 1975, 7 juta kopi buku itu beredar, hanya di Amerika saja.

- Harrison Ford (aktor Hollywood) -
Setelah peran pertamanya sebagai bellboy di film “Dead Heat on Merry-Go-Round”, Harrison Forddipanggil wakil presiden studio film ke kantornya. “Duduklah nak,” ia berkata. “Saya akan bercerita. Saat pertama kali Tony Curtis tampil dalam film, perannya hanyalah mengantarkan sebuah kantong belanja. Kami melihatnya dan kami langsung tahu bahwa ia adalah bintang besar.” Ford membalas, “Saya kira Bapak melihatnya sebagai kurir kantong belanja.” Tuan wakil presiden berdiri dan berkata, “Kamu nggak ngerti juga ya, kamu nggak ngerti juga… sekarang minggat deh dari sini!”

- Michael Caine (aktor Hollywood) -
Kepala sekolah Michael Caine berkata padanya, “Kamu bakal jadi pekerja di sepanjang hidup kamu.” Michael Cain mempekerjakan dirinya dan mendapatkan dua Academy Award.

  
- Charlie Chaplin (pelawak) -
awalnya ditolak oleh berbagai studio di Hollywood sebab pantomimnya dianggap “nonsense”.

- Robin Williams (aktor Hollywood) -
Di SMU, Robin Williams terpilih sebagai “Yang Paling Kecil Kemungkinan Suksesnya”.

- The Beatles (group band) -
Decca Records membatalkan kontrak rekaman The Beatles dengan alasan, “Kami tidak suka suara mereka. Grup band dengan gitar bakal segera punah.” Setelah itu, Columbia Records juga mendepak mereka.

- Elvis Presley (penyanyi) -
Tahun 1954, Jimmy Denny, manajer Grand Ole Opry, memecat Elvis Presley setelah satu kali manggung. Mereka bilang ke Elvis, “Kamu nggak bakal kemana-mana, nak. Sebaiknya kamu kembali menjadi supir truk saja.”

Beethoven (seniman/musisi) -
biasa memegang biola dengan cara yang aneh dan lebih memilih memainkan karyanya sendiri ketimbang memperbaiki tekniknya. Gurunya menyebut dia sebagai “komponis tanpa harapan”. Ia menulis lima simfoni terkenalnya, dengan telinga yang tuli total.

Van Gogh (seniman/pelukis) -
hanya berhasil menjual satu lukisan saja di dalam hidupnya. Itupun, dijual kepada saudara dari temannya seharga 400 franc (sekitar 50 USD). Ini tidak membuatnya berhenti untuk berkarya menghasilkan lebih dari 800 lukisan.

- J.K. Rowlings (penulis) -
12 penerbit menolak “Harry Potter” karya JK Rowlings sebelum sebuah penerbit kecil setuju menerbitkan “Harry Potter and The Philosopher’s Stone”.

- Adolf Hitler (pemimpin Jerman) -
Lahir dari keluarga kecil di pinggiran Austria, jadi yatim piatu di usia remaja, gelandangan, ditipu setelah berhasil menyambung hidup dengan menjual lukisan, dua kali ditolak sekolah seni, masuk dalam dunia politik mencoba kudeta karena merasa negaranya tidak pantas diperbudak oleh kebijakan dari Perang Dunia I, dipenjara sampai dua kali. Hanya berpangkat kopral tapi berhasil memimpin pasukan untuk menguasai hampir seluruh daratan Eropa.

- Adam Young (penyanyi Owl City) -
Menderita insomnia saat bekerja untuk Coca Cola company, dan memanfaatkan gangguan tidur itu untuk menciptakan lagu.

Menggapai mimpi itu tidak mudah, kalau mudah tentu bukan hal besar yang tidak harus dikagumi dan dipertahankan keberadaannya. Mimpi sebesar-besarnya, berkorban dengan cerdas dan efisien, pertahankan konsistensi, dengarkan suara hati, yakinkan diri. Tidak ada kata terlambat, maju terus pantang mundur bukan slogan khusus pemuda dan pemula, tua muda, atau pria wanita. 

Jadi, apakah masalah yang kita hadapi sekarang lebih berat dari masalah yang mereka hadapi? Dan apakah kita sudah pantas berseru, "aku berhenti!" ?
Kamis, 01 November 2012 0 comments

Negatif Positif



Bukan kehidupan apabila tanpa perjuangan
Bukan hal bermakna, bila tanpa pengorbanan
Bukan sebuah kecintaan, bila tanpa kerinduan
Bukan sebuah ambisi bila terjadi tanpa mimpi
Bukan dunia, apabila tidak fana
Bukan waktu apabila sanggup menunggumu
Bukan dosa apabila tidak disuka
Bukan mimpi apabila sudah pasti
Dan bukan aku bila lebih dari satu
Minggu, 21 Oktober 2012 0 comments

My Side Job 3

Just finished several design, these were requested by my lecturer.





 And this last one is my own editing from its original shape...
created by unknown but published in rmol.com

this is my work












Selasa, 05 Juni 2012 0 comments

I am Legend vs Silent Hill


Ada konsep yang sama dari keduanya. Saya tidak yakin apakah yang satu memang mengcopy yang lain, atau hanya sebuah kebetulan, karena Silent Hill sendiri diputar tahun 2006 dan berbasis pada plot sebuah game yang telah diciptakan jauh sebelumnya, sementara I am Legend baru diputar tahun 2007 tapi berhasil menyabet juara ada Golden Trailer Award ditambah beberapa nominasi dari Award lainnya.


Sebelumnya, mungin beberapa tulisan saya kemudian akan mengandung bocoran cerita (spoiler) dari kedua film tersebut.

Silent Hill yang bergenre horror, mystery, thriller, ternyata lebih banyak memunculkan makhluk-makhluk horror mereka dalam bentuk yang lebih mirip dengan monster ketimbang hantu atau setan. Bersetting di sebuah kota hantu (kota yang tidak ditinggali lagi) bertabur kabut yang dalam cerita terbentuk dari debu abu kebakaran masif di kota tersebut sehingga semakin mendukung suasana horror. Selanjutnya sebagian besar monster-monster yang berdomisili di sana menampakkan diri ketika dunia kegelapan datang. Fokus utama dari film ini berbeda-beda setiap serinya, tapi dari cerita yang difilmkan ini mengkisahkan tentang masa lalu kelam dari seorang anak perempuan yang tinggal di kota tersebut. Saya lupa apakah anak perempuan tersebut berreinkarnasi, atau sekedar dirasuki arwah anak perempuan dari masa lalu kota Silent Hill sehingga tokoh utama yang merupakan ibu angkat dari bocah tersebut akhirnya harus menggeluti sebuah petualangan di kota itu untuk membalaskan dendam anaknya.

Kota Silent Hill yang tampak "rapi" dan tidak ditinggali
Kota New York dalam I am Legend yang hancur dan tidak terrawat
I am Legend lebih berkiblat pada genre Science fiction sebagai akar permasalahan dalam plot film. Virus yang diyakini dapat menyembuhkan kanker, ternyata memiliki komplikasi mengubah manusia tersebut menjadi monster yang sebuas hewan liar. Saya masih belum mengerti apakah hanya kota New York yang telah terjangkit virus sehingga kota tersebut harus dikarantina, atau jangkitan virus itu sudah mendunia. Namun sepenangkapan yang saya pahami, virus tersebut sudah menyebar di seluruh dunia karena di akhir film disebutkan bahwa tokoh utama telah menjadi legenda dalam peradaban umat manusia karena telah mengorbankan nyawanya untuk mendapatkan obat antivirus sehingga diharapkan manusia yang telah berubah menjadi monster itu dapat sembuh kembali. Latar yang digunakan adalah sebuah kota yang terbengkalai karena seluruh penduduknya telah terinfeksi virus yang mengakibatkan mereka tidak dapat hidup di siang hari, dan membuat para monster jelmaan manusia ini hanya menggunakan instingnya tanpa mampu berpikir selayaknya manusia normal. Mereka sangat buas dan tidak bisa diminta untuk berdiplomasi.

Persamaannya? Well, kebanyakan memang pada bagian latar. Tapi selain itu juga tokoh monster yang digunakan hampir sepenuhnya sama. Bedanya, di I am Legend, para monster benar-benar berbentuk manusia utuh hanya warna kulitnya yang berubah, dan warna matanya, serta perangai dari monster tersebut yang tidak dapat disebut sebagai manusia. Sementara pada Silent Hill, sebenarnya saya sendiri tidak bisa menemukan artikel yang menyebutkan apakah monster-monster yang bermunculan itu merupakan jelmaan penduduk kota yang terbakar, atau merupakan perwujudan hantu yang diciptakan anak kecil untuk membalas dendamnya. Yang jelas, bentuk monster itu sangat mirip dengan bentuk monster di I am Legend. Mereka sama-sama hanya muncul ketika kegelapan datang. Kegelapan yang dimaksud dalam film I am Legend adalah benar-benar kondisi malam dalam siklus harian, sementara kegelapan yang dimaksud dalam Silent Hill lebih mengarah pada keadaan dimana terjadinya kebakaran (sebuah kejadian besar di masa lalu yang mengakibatkan seluruh penduduk kota tersebut tewas). Kegelapan yang datang ini sama-sama ditandai dengan suara. Pada I am Legend, tokoh utama menyetel waktu-waktu tertentu yang mengingatkannya akan datangnya kegelapan di arloji yang selalu ia kenakan, sementara pada Silent Hill, pertanda datangnya kegelapan adalah sirine kebakaran yang berada di luar kendali tokoh utama.

I am Legend Monster : Dark Seeker
First meet with the Darkseeker of I am Legend
Experimented Monster in I am Legend
Second meet with the Silent Hill monster 
Silent Hill monster : The Janitor
Keduanya sama-sama hanya mengangkat satu orang sebagai tokoh utama. Tapi meskipun begitu, kedua film ini tetap menampilkan tokoh sampingan yang sangat membantu sekalipun tewas di suatu adegan film. Pada I am Legend, tokoh yang membantu ini tewas di pertengahan durasi film, sementara pada Silent Hill tokoh itu tewas tepat sebelum klimaks film.

I am Legend bisa disebut sebagai happy ending dibandingkan sad ending. Tapi untuk lebih tepatnya, ending film ini digolongkan sebagai mempunya solusi dari permasalahan cerita. Sementara untuk Silent Hill bisa dikatakan mempunyai sad ending, atau akhir cerita yang tidak mempunyai solusi.

Rating imdb I am Legend mencapai 7.1, sementara rating untuk Silent Hill di imdb hanya 6.5.

Meskipun mempunyai banyak kesamaan, keduanya merupakan film-film yang cukup recommended dari penyuka film bergenre horror, adventure.
Minggu, 03 Juni 2012 1 comments

Sweet Farewell




Seorang wanita yang baru saja beranjak dewasa mendapat sebuah kunjungan singkat dari Ayahnya. Wanita itu hidup terpisah dengan keluarganya karena ia harus menempuh pendidikan di luar kota domisili keluarganya, dan oleh karena itu apabila dia tidak bisa berkunjung ke rumah orang tuanya, maka keluarganya lah yang kemudian mengunjungi wanita itu.

Hari itu, genap sudah tiga tahun ia meninggalkan kehidupan bersama keluarganya. Dulu di awal kemandiriannya untuk hidup sendiri di luar kota, secara rutin ia berkunjung kembali ke rumahnya. Menganggap dirinya hanya bertahan di kota asing tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya. Seiring berjalannya waktu, dengan agenda kegiatan yang semakin hari semakin menyempitkan waktu kosongnya, wanita itu tidak lagi sering pulang ke rumah keluarganya.
                           
Lama kelamaan ia merasa kota asing itu lah yang menjadi kota tempatnya hidup dan berkembang.

Kunjungan singkat ayahnya menyadarkan wanita itu pada sebuah fakta yang sebenarnya tengah ia hadapi. Ketika ayahnya berkemas-kemas dan hendak kembali ke rumah dimana beliau dan keluarganya tinggal, mereka melakukan sebuah percakapan ringan.

“Kapan kamu pulang?”

“Belum tahu yah, beberapa waktu ke depan ujian-ujian menumpuk. Ada tugas juga yang harus diselesaikan. Ah, kuliah ini memang kejam”.

Ayahnya tersenyum.

“Bagaimana dengan puasa dan lebaran? Libur 2 bulan seperti tahun lalu?”

Dengan berat hati wanita itu menjawab, “Sepertinya tidak. Ada kuliah tambahan yang harus diikuti. Kurikulum ini seperti terburu-buru. Selesai itu aku harus menyusun skripsi, lalu bersiap untuk terjun ke lapangan. Sepertinya libur panjang terakhir hanya awal tahun kemarin”.

Ayahnya mengangguk.

“Tidak apa-apa, ayah juga dulu begitu. Pada akhirnya kamu punya kehidupan sendiri”.

Wanita itu diam, tidak mengerti mengapa ayahnya berkata demikian. Ia hanya menunggu penjelasan berikutnya.

“Dulu waktu ayah masih muda, nenekmu juga selalu bertanya hal yang sama. Kapan pulang lagi? Begitu seterusnya setiap kali ayah pulang ke rumah nenek. Awalnya rutin setiap seminggu sekali ayah pulang, itu ketika ayah masih sekolah di luar kota. Dan ketika ayah hendak pergi, nenek selalu mempertanyakan hal yang sama. Kapan pulang lagi?

Tapi seiring berjalannya waktu, ketika ayah mulai beranjak dewasa dan menggeluti dunia perkuliahan jauh dari kota nenek, ayah pulang sebulan sekali. Kemudian ketika ayah masuk dunia kerja, ayah jadi benar-benar sibuk dan jarang sekali pulang.

Pada akhirnya ayah menikah dengan ibumu, dan setelah itu membangun rumah dan tinggal dalam sebuah keluarga, meninggalkan rumah nenekmu di kotanya. Kunjungan ke rumah nenek lama kelamaan menjadi satu tahun sekali, ketika puasa dan lebaran saja.

Mungkin ini sudah saatnya ayah juga melepasmu. Mungkin sekarang kamu masih rutin pulang ke rumah, tapi suatu hari nanti kamu pasti akan akan jarang pulang karena harus membangun kehidupanmu sendiri demi masa depanmu. Dan ya, ayah akan mencoba untuk ikhlas dalam hal itu. Yang penting kamu bisa sukses di masa depan”.

Wanita itu benar-benar terdiam.

Dia tidak pernah menyadari betapa usianya telah benar-benar dianggap dewasa saat ini. Dia benar-benar telah meninggalkan fase-fase kebocahannya dimana ia bisa bertindak sekehendak hati dan mendapati perlindungan orang tuanya ketika dia melakukan kesalahan.

Tidak. Dia sudah menjadi seorang individu manusia sekarang, seorang wanita, bukan anak perempuan lagi. Dan cepat atau lambat apa yang disebutkan ayahnya perlahan-lahan memang akan terjadi. Dimulai dari bagaimana wanita itu akan meraih mimpinya. Awalnya dengan tujuan membahagiakan kedua orangtuanya. Namun kemudian ketika akan hadir pemuda yang menemui kedua orang tuanya, meminta izin pada mereka agar bisa mengambil alih sang wanita dari asuhan keduanya, orientasi kehidupannya akan lebih mengarah pada kemajuan kehidupan sebuah keluarga baru yang akan ia ciptakan bersama orang asing. Sedikit mengesampingkan cita-cita mulianya yang hendak mengabdi kepada orang tua.

 
;