Minggu, 03 Juni 2012

Sweet Farewell




Seorang wanita yang baru saja beranjak dewasa mendapat sebuah kunjungan singkat dari Ayahnya. Wanita itu hidup terpisah dengan keluarganya karena ia harus menempuh pendidikan di luar kota domisili keluarganya, dan oleh karena itu apabila dia tidak bisa berkunjung ke rumah orang tuanya, maka keluarganya lah yang kemudian mengunjungi wanita itu.

Hari itu, genap sudah tiga tahun ia meninggalkan kehidupan bersama keluarganya. Dulu di awal kemandiriannya untuk hidup sendiri di luar kota, secara rutin ia berkunjung kembali ke rumahnya. Menganggap dirinya hanya bertahan di kota asing tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya. Seiring berjalannya waktu, dengan agenda kegiatan yang semakin hari semakin menyempitkan waktu kosongnya, wanita itu tidak lagi sering pulang ke rumah keluarganya.
                           
Lama kelamaan ia merasa kota asing itu lah yang menjadi kota tempatnya hidup dan berkembang.

Kunjungan singkat ayahnya menyadarkan wanita itu pada sebuah fakta yang sebenarnya tengah ia hadapi. Ketika ayahnya berkemas-kemas dan hendak kembali ke rumah dimana beliau dan keluarganya tinggal, mereka melakukan sebuah percakapan ringan.

“Kapan kamu pulang?”

“Belum tahu yah, beberapa waktu ke depan ujian-ujian menumpuk. Ada tugas juga yang harus diselesaikan. Ah, kuliah ini memang kejam”.

Ayahnya tersenyum.

“Bagaimana dengan puasa dan lebaran? Libur 2 bulan seperti tahun lalu?”

Dengan berat hati wanita itu menjawab, “Sepertinya tidak. Ada kuliah tambahan yang harus diikuti. Kurikulum ini seperti terburu-buru. Selesai itu aku harus menyusun skripsi, lalu bersiap untuk terjun ke lapangan. Sepertinya libur panjang terakhir hanya awal tahun kemarin”.

Ayahnya mengangguk.

“Tidak apa-apa, ayah juga dulu begitu. Pada akhirnya kamu punya kehidupan sendiri”.

Wanita itu diam, tidak mengerti mengapa ayahnya berkata demikian. Ia hanya menunggu penjelasan berikutnya.

“Dulu waktu ayah masih muda, nenekmu juga selalu bertanya hal yang sama. Kapan pulang lagi? Begitu seterusnya setiap kali ayah pulang ke rumah nenek. Awalnya rutin setiap seminggu sekali ayah pulang, itu ketika ayah masih sekolah di luar kota. Dan ketika ayah hendak pergi, nenek selalu mempertanyakan hal yang sama. Kapan pulang lagi?

Tapi seiring berjalannya waktu, ketika ayah mulai beranjak dewasa dan menggeluti dunia perkuliahan jauh dari kota nenek, ayah pulang sebulan sekali. Kemudian ketika ayah masuk dunia kerja, ayah jadi benar-benar sibuk dan jarang sekali pulang.

Pada akhirnya ayah menikah dengan ibumu, dan setelah itu membangun rumah dan tinggal dalam sebuah keluarga, meninggalkan rumah nenekmu di kotanya. Kunjungan ke rumah nenek lama kelamaan menjadi satu tahun sekali, ketika puasa dan lebaran saja.

Mungkin ini sudah saatnya ayah juga melepasmu. Mungkin sekarang kamu masih rutin pulang ke rumah, tapi suatu hari nanti kamu pasti akan akan jarang pulang karena harus membangun kehidupanmu sendiri demi masa depanmu. Dan ya, ayah akan mencoba untuk ikhlas dalam hal itu. Yang penting kamu bisa sukses di masa depan”.

Wanita itu benar-benar terdiam.

Dia tidak pernah menyadari betapa usianya telah benar-benar dianggap dewasa saat ini. Dia benar-benar telah meninggalkan fase-fase kebocahannya dimana ia bisa bertindak sekehendak hati dan mendapati perlindungan orang tuanya ketika dia melakukan kesalahan.

Tidak. Dia sudah menjadi seorang individu manusia sekarang, seorang wanita, bukan anak perempuan lagi. Dan cepat atau lambat apa yang disebutkan ayahnya perlahan-lahan memang akan terjadi. Dimulai dari bagaimana wanita itu akan meraih mimpinya. Awalnya dengan tujuan membahagiakan kedua orangtuanya. Namun kemudian ketika akan hadir pemuda yang menemui kedua orang tuanya, meminta izin pada mereka agar bisa mengambil alih sang wanita dari asuhan keduanya, orientasi kehidupannya akan lebih mengarah pada kemajuan kehidupan sebuah keluarga baru yang akan ia ciptakan bersama orang asing. Sedikit mengesampingkan cita-cita mulianya yang hendak mengabdi kepada orang tua.

1 comments:

wida mengatakan...

:"( :")

Posting Komentar

 
;