Selasa, 05 Juni 2012 0 comments

I am Legend vs Silent Hill


Ada konsep yang sama dari keduanya. Saya tidak yakin apakah yang satu memang mengcopy yang lain, atau hanya sebuah kebetulan, karena Silent Hill sendiri diputar tahun 2006 dan berbasis pada plot sebuah game yang telah diciptakan jauh sebelumnya, sementara I am Legend baru diputar tahun 2007 tapi berhasil menyabet juara ada Golden Trailer Award ditambah beberapa nominasi dari Award lainnya.


Sebelumnya, mungin beberapa tulisan saya kemudian akan mengandung bocoran cerita (spoiler) dari kedua film tersebut.

Silent Hill yang bergenre horror, mystery, thriller, ternyata lebih banyak memunculkan makhluk-makhluk horror mereka dalam bentuk yang lebih mirip dengan monster ketimbang hantu atau setan. Bersetting di sebuah kota hantu (kota yang tidak ditinggali lagi) bertabur kabut yang dalam cerita terbentuk dari debu abu kebakaran masif di kota tersebut sehingga semakin mendukung suasana horror. Selanjutnya sebagian besar monster-monster yang berdomisili di sana menampakkan diri ketika dunia kegelapan datang. Fokus utama dari film ini berbeda-beda setiap serinya, tapi dari cerita yang difilmkan ini mengkisahkan tentang masa lalu kelam dari seorang anak perempuan yang tinggal di kota tersebut. Saya lupa apakah anak perempuan tersebut berreinkarnasi, atau sekedar dirasuki arwah anak perempuan dari masa lalu kota Silent Hill sehingga tokoh utama yang merupakan ibu angkat dari bocah tersebut akhirnya harus menggeluti sebuah petualangan di kota itu untuk membalaskan dendam anaknya.

Kota Silent Hill yang tampak "rapi" dan tidak ditinggali
Kota New York dalam I am Legend yang hancur dan tidak terrawat
I am Legend lebih berkiblat pada genre Science fiction sebagai akar permasalahan dalam plot film. Virus yang diyakini dapat menyembuhkan kanker, ternyata memiliki komplikasi mengubah manusia tersebut menjadi monster yang sebuas hewan liar. Saya masih belum mengerti apakah hanya kota New York yang telah terjangkit virus sehingga kota tersebut harus dikarantina, atau jangkitan virus itu sudah mendunia. Namun sepenangkapan yang saya pahami, virus tersebut sudah menyebar di seluruh dunia karena di akhir film disebutkan bahwa tokoh utama telah menjadi legenda dalam peradaban umat manusia karena telah mengorbankan nyawanya untuk mendapatkan obat antivirus sehingga diharapkan manusia yang telah berubah menjadi monster itu dapat sembuh kembali. Latar yang digunakan adalah sebuah kota yang terbengkalai karena seluruh penduduknya telah terinfeksi virus yang mengakibatkan mereka tidak dapat hidup di siang hari, dan membuat para monster jelmaan manusia ini hanya menggunakan instingnya tanpa mampu berpikir selayaknya manusia normal. Mereka sangat buas dan tidak bisa diminta untuk berdiplomasi.

Persamaannya? Well, kebanyakan memang pada bagian latar. Tapi selain itu juga tokoh monster yang digunakan hampir sepenuhnya sama. Bedanya, di I am Legend, para monster benar-benar berbentuk manusia utuh hanya warna kulitnya yang berubah, dan warna matanya, serta perangai dari monster tersebut yang tidak dapat disebut sebagai manusia. Sementara pada Silent Hill, sebenarnya saya sendiri tidak bisa menemukan artikel yang menyebutkan apakah monster-monster yang bermunculan itu merupakan jelmaan penduduk kota yang terbakar, atau merupakan perwujudan hantu yang diciptakan anak kecil untuk membalas dendamnya. Yang jelas, bentuk monster itu sangat mirip dengan bentuk monster di I am Legend. Mereka sama-sama hanya muncul ketika kegelapan datang. Kegelapan yang dimaksud dalam film I am Legend adalah benar-benar kondisi malam dalam siklus harian, sementara kegelapan yang dimaksud dalam Silent Hill lebih mengarah pada keadaan dimana terjadinya kebakaran (sebuah kejadian besar di masa lalu yang mengakibatkan seluruh penduduk kota tersebut tewas). Kegelapan yang datang ini sama-sama ditandai dengan suara. Pada I am Legend, tokoh utama menyetel waktu-waktu tertentu yang mengingatkannya akan datangnya kegelapan di arloji yang selalu ia kenakan, sementara pada Silent Hill, pertanda datangnya kegelapan adalah sirine kebakaran yang berada di luar kendali tokoh utama.

I am Legend Monster : Dark Seeker
First meet with the Darkseeker of I am Legend
Experimented Monster in I am Legend
Second meet with the Silent Hill monster 
Silent Hill monster : The Janitor
Keduanya sama-sama hanya mengangkat satu orang sebagai tokoh utama. Tapi meskipun begitu, kedua film ini tetap menampilkan tokoh sampingan yang sangat membantu sekalipun tewas di suatu adegan film. Pada I am Legend, tokoh yang membantu ini tewas di pertengahan durasi film, sementara pada Silent Hill tokoh itu tewas tepat sebelum klimaks film.

I am Legend bisa disebut sebagai happy ending dibandingkan sad ending. Tapi untuk lebih tepatnya, ending film ini digolongkan sebagai mempunya solusi dari permasalahan cerita. Sementara untuk Silent Hill bisa dikatakan mempunyai sad ending, atau akhir cerita yang tidak mempunyai solusi.

Rating imdb I am Legend mencapai 7.1, sementara rating untuk Silent Hill di imdb hanya 6.5.

Meskipun mempunyai banyak kesamaan, keduanya merupakan film-film yang cukup recommended dari penyuka film bergenre horror, adventure.
Minggu, 03 Juni 2012 1 comments

Sweet Farewell




Seorang wanita yang baru saja beranjak dewasa mendapat sebuah kunjungan singkat dari Ayahnya. Wanita itu hidup terpisah dengan keluarganya karena ia harus menempuh pendidikan di luar kota domisili keluarganya, dan oleh karena itu apabila dia tidak bisa berkunjung ke rumah orang tuanya, maka keluarganya lah yang kemudian mengunjungi wanita itu.

Hari itu, genap sudah tiga tahun ia meninggalkan kehidupan bersama keluarganya. Dulu di awal kemandiriannya untuk hidup sendiri di luar kota, secara rutin ia berkunjung kembali ke rumahnya. Menganggap dirinya hanya bertahan di kota asing tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya. Seiring berjalannya waktu, dengan agenda kegiatan yang semakin hari semakin menyempitkan waktu kosongnya, wanita itu tidak lagi sering pulang ke rumah keluarganya.
                           
Lama kelamaan ia merasa kota asing itu lah yang menjadi kota tempatnya hidup dan berkembang.

Kunjungan singkat ayahnya menyadarkan wanita itu pada sebuah fakta yang sebenarnya tengah ia hadapi. Ketika ayahnya berkemas-kemas dan hendak kembali ke rumah dimana beliau dan keluarganya tinggal, mereka melakukan sebuah percakapan ringan.

“Kapan kamu pulang?”

“Belum tahu yah, beberapa waktu ke depan ujian-ujian menumpuk. Ada tugas juga yang harus diselesaikan. Ah, kuliah ini memang kejam”.

Ayahnya tersenyum.

“Bagaimana dengan puasa dan lebaran? Libur 2 bulan seperti tahun lalu?”

Dengan berat hati wanita itu menjawab, “Sepertinya tidak. Ada kuliah tambahan yang harus diikuti. Kurikulum ini seperti terburu-buru. Selesai itu aku harus menyusun skripsi, lalu bersiap untuk terjun ke lapangan. Sepertinya libur panjang terakhir hanya awal tahun kemarin”.

Ayahnya mengangguk.

“Tidak apa-apa, ayah juga dulu begitu. Pada akhirnya kamu punya kehidupan sendiri”.

Wanita itu diam, tidak mengerti mengapa ayahnya berkata demikian. Ia hanya menunggu penjelasan berikutnya.

“Dulu waktu ayah masih muda, nenekmu juga selalu bertanya hal yang sama. Kapan pulang lagi? Begitu seterusnya setiap kali ayah pulang ke rumah nenek. Awalnya rutin setiap seminggu sekali ayah pulang, itu ketika ayah masih sekolah di luar kota. Dan ketika ayah hendak pergi, nenek selalu mempertanyakan hal yang sama. Kapan pulang lagi?

Tapi seiring berjalannya waktu, ketika ayah mulai beranjak dewasa dan menggeluti dunia perkuliahan jauh dari kota nenek, ayah pulang sebulan sekali. Kemudian ketika ayah masuk dunia kerja, ayah jadi benar-benar sibuk dan jarang sekali pulang.

Pada akhirnya ayah menikah dengan ibumu, dan setelah itu membangun rumah dan tinggal dalam sebuah keluarga, meninggalkan rumah nenekmu di kotanya. Kunjungan ke rumah nenek lama kelamaan menjadi satu tahun sekali, ketika puasa dan lebaran saja.

Mungkin ini sudah saatnya ayah juga melepasmu. Mungkin sekarang kamu masih rutin pulang ke rumah, tapi suatu hari nanti kamu pasti akan akan jarang pulang karena harus membangun kehidupanmu sendiri demi masa depanmu. Dan ya, ayah akan mencoba untuk ikhlas dalam hal itu. Yang penting kamu bisa sukses di masa depan”.

Wanita itu benar-benar terdiam.

Dia tidak pernah menyadari betapa usianya telah benar-benar dianggap dewasa saat ini. Dia benar-benar telah meninggalkan fase-fase kebocahannya dimana ia bisa bertindak sekehendak hati dan mendapati perlindungan orang tuanya ketika dia melakukan kesalahan.

Tidak. Dia sudah menjadi seorang individu manusia sekarang, seorang wanita, bukan anak perempuan lagi. Dan cepat atau lambat apa yang disebutkan ayahnya perlahan-lahan memang akan terjadi. Dimulai dari bagaimana wanita itu akan meraih mimpinya. Awalnya dengan tujuan membahagiakan kedua orangtuanya. Namun kemudian ketika akan hadir pemuda yang menemui kedua orang tuanya, meminta izin pada mereka agar bisa mengambil alih sang wanita dari asuhan keduanya, orientasi kehidupannya akan lebih mengarah pada kemajuan kehidupan sebuah keluarga baru yang akan ia ciptakan bersama orang asing. Sedikit mengesampingkan cita-cita mulianya yang hendak mengabdi kepada orang tua.

 
;